Desa Wisata Malangan Sleman, Sentra Anyaman Bambu dan Seni Tempa Pamor Keris

13:06:00


Pengalaman yang luar biasa saya rasakan saat mengikuti kegiatan “Pengenalan Obyek Wisata” bersama beberapa jurnalis dan pelaku wisata saat berkunjung ke Desa Wisata Malangan (DWM). Desa wisata ini berada di Desa Malangan, Kecamatan Sumberagung, Kabupaten Sleman atau sekitar 13 km dari Kota Jogja. Setelah perjalanan selama 20 menit, kami pun sampai di Desa Malangan yang ditandai dengan sebuah gapura dengan cat warna hijau bertuliskan Desa Wisata Malangan. Jalan masuknya cukup lebar sehingga bus yang membawa kami bisa memasuki jalan tersebut. Kami kemudian menuju Sekretariat Desa Wisata Malangan yang didepannya terdapat papan besi bertuliskan “Selamat Datang di Desa Wisata Malangan (Desa Kerajinan).”



Jabat tangan dan senyum hangat rombongan bapak-bapak yang mengenakan seragam surjan berwarna biru dan udeng menyambut kedatangan kami. Kemudian kami dipersilahkan menikmati welcome drink dan welcone snack berupa wedang uwuh dan jajanan pasar. Sembari kami duduk santai, Pak Wiji Raharjo selaku Ketua Pokdarwis Desa Malangan memberikan informasi sekilas tentang Desa Wisata Malangan. Untuk mengenal lebih dekat, kami kemudian diajak berkeliling desa menggunakan sepeda onthel dengan dipandu oleh Pak Wiji Raharjo bersama rekan-rekannya. Kami menyusuri gang kecil diantara rumah warga dengan menggunakan sepda onthel tersebut.

(welcome drink wedang uwuh)
(welcome snack jajan pasar)
(bersepeda onthel berkeliling desa)

Budidaya Ikan Van der Wicjk
Tujuan pertama kami adalah sebuah kolam kolam ikan. Karena saya sampainya belakangan, saya hanya mendapakan informasi kalau budidaya ikan di Desa Malangan masih menggunakan sistem konvensional yang memanfaatkan saluran air Van der Wicjk (saluran irigasi peninggalan Belanda). Dari kolam ikan ini kami melanjutkan mengayuh sepeda onthel kami melewati sawah dan pepohonan kelapa. Sesekali warga yang berpapasan dengan kami menyapa dengan keramah-tamahan mereka.

Seni Tempa Pamor Empu Sungkowo Harumbrojo
Tujuan kedua kami adalah kediaman Empu Sungkowo Harumboro untuk melihat seni tempa pamor. Pamor merupakan motif yang ada dalam setiap keris. Di sini kita bisa mengenal bagaimana pembuatan keris dengan berbagai seni tempa pamornya. Empu Sungkowo Harumboro sendiri merupakan anak dari Empu Jeno Harumbrojo yang merupakan keturunan ke-17 dari Kyai Empu Tumenggung Supardriyo (salah satu empu tersohor pada abad ke-13 atau pada masa Kerajaan Majapahit). Salah satu hasil karya beliau adalah Kyai Nagasasra. Lewat padepokan seni tempa pamor yang dimiliki Empu Sungkowo Harumboro ini Keraton Ngayogyokarta Hadiningrat dan Keraton Kasunanan Surakarta memberikan kepercayaan untuk membuat berbagai senjata pusakanya.

Sayang sekali waktu kunjungan kami bertepatan dengan hari Kamis Pahing dimana pada hari tersebut tidak dilakukan aktivitas pembuatan keris, kami hanya mendengarkan penjelasan dari Empu Sungkowo Harumboro tentang langkah-langkah proses pembuatan keris (kalau mempunyai rencana untuk berkunjung kesini disarankan untuk menanyakan terlebih dahulu ke Sekretariat Desa Malangan apakah ada proses pembuatan keris atau tidak). Dari penjelasan Empu Sungkowo Harumboro kami menjadi tahu ternyata proses pembuatan keris membutuhkan waktu hingga berbulan-bulan dan dengan ritual khusus. Konsentrasi dan ketenangan hati sangat diperlukan saat proses pembuatan keris. Jika suasana hati sedang emosi, maka tidak boleh melanjutkan membuat keris atau harus istirahat terlebih dahulu, karena kalau tetap dilanjutkan, keris yang dihasilkan juga akan mengandung unsur emosi dan akan memberikan pengaruh kurang baik bagi pemegangnya. 



(Empu Sungkowo Harumbrodjo)
(Keris yang sudah jadi)

Homestay
Tujuan ketiga kami adalah melihat salah satu homestay yang ada di Desa Wisata Malangan. Menurut Pak Wiji Raharjo, saat ini ada 24 homestay, dimana setiap homestay rata-rata terdiri dari 2 kamar. Harga perkamar bervariasi, mulai dari Rp.25.000,- s.d Rp.100.000,-. Waktu mengunjungi homestay kami bertemu dengan wisatawan dari Cilegon yang katanya akan stay selama seminggu untuk belajar membuat kerajinan anyaman dari bambu.
(salah satu homestay yang ada di Desa Wisata Malangan)

Sentra Anyaman Bambu Tunggak Semi
Tujuan keempat kami adalah menuju sentra pembuatan anyaman bambu Tunggak Semi. Nama Tunggak Semi berasal dari kata tunggak (potongan bambu) dan semi (tumbuh kembali) yang dapat diartikan jika bambu yang dipotong akan tumbuh kembali atau dapat terus berkembang. Tunggak Semi dirintis oleh Bapak Ahmad Saidi pada tahun 1965. Dulu beliau adalah salah satu pekerja di PT. Lipin, pabrik kerajinan bambu milik Jepang, pabrik tersebut tutup ketika terjadi G30S PKI. Pak Ahmad Saidi kemudian mengajarkan keahliannya dalam membuat kerajinan bambu pada warga setempat. 

Pada tahun 1974 Tunggak Semi mulai berkembang setelah salah satu konsumennya, PT Panca Niaga mengekspor hasil kerajinan bambu tersebut ke New Zealand dan Australia. Kepemimpinan Tunggak Semi kemudian digantikan oleh anaknya, bernama Suryadi. Saat ini selain ke New Zealand dan Australia, hasil kerajinan bambu Tunggak Semi telah diekspor ke Asia, Eropa dan America. Hampir 90% produk kerajinan bambu Tunggak Semi memang disuplay untk ekspor. Omset yang diperoleh rata-rata sekitar 200 - 400 juta perbulan. Ini bukanlah nilai yang besar mengingat banyaknya jumlah tenaga kerja yang diperkerjakan.









Di Pabrik Tunggak Semi kami melihat berbagai anyaman yang sudah diwarnai dan sedang dijemur. Puluhan pegawai terlihat sibuk dengan bagian mereka masing-masing, ada yang memotong, menganyam, merapikan anyaman, maupun melapisi anyaman yang sudah jadi dengan disemprot pewarna atau bahan lainnya. Ada puuhan atau mungkin ratusan bentuk kerajinan tangan, ada yang kecil dan ada juga yang besar. Semua hasil kerajinan bambu tersebut dipamerkan di showroom yang terletak di depan pabrik Tunggak Semi, tempat dimana kami memarkirkan seeda onthel. Hasil kerajinan bambu tersebut dijual dengan harga ribuan hingga ratusan ribu rupiah.


Dari Pabrik Tunggak Semi kami kami kembali ke Sekretariat Desa Wisata Malangan. Disitu kami dipersilahkan menyicipi minuman dan jajan pasar yang masih ada serta ada tambahan bakso untuk sekedar mengganjal isi perut. Selanjutnya kami dipersilahkan praktik membuat gelang dari tali prusik yang dibimbing oleh Mas Galih Ryan (IG : @toy.inc_). Kamipun sangat bersemangat mengikuti langkah-langkah dan petunjuk dari Mas Galih Ryan untuk membuat sebuah gelang. Rasa senang dan bangga nampak dari wajah kami yang berhasil membuat gelang.


Tanpa terasa, membuat gelang satu saja menghabiskan waktu satu jam, perutpun terasa lapar. Begitu keluar ternyata sudah disiapkan makan siang dengan lauk ayam, tempe, tahu dan sayur urap atau gudangan. Yang membuat berbeda adalah piring yang dipakainya, yakni menggunakan piring "pincuk" dari anyaman bambu.



Desa Wisata Malangan sebenarnya telah dirintis sejak tahun 1998, namun karena keterbatasan SDM dan beberapa faktor lainnya membuat desa wisata ini kurang berkembang. Baru belakangan ini Desa Wisata Malangan kembali bangkit dan berkembang. Selain memanfaatkan potensi kearifan lokal yang dimiliki, saat ini Desa Wisata Malangan sedang mengembangkan paket outbound untuk pelajar dan wisata edukasi mina padi. Sayang sekali saat berkunjung kesini saya tidak menemukan papan penunjuk arah menuju Desa Wisata Malangan dan tanda nama tempat atau lokasi yang dikunjungi (saya hanya menemui nama tempat sewaktu mengunjungi Seni Tempa Pamor Empu Sungkowo Harumbrojo). Semoga kedepan Desa Wisata Malangan bisa lebih maju dan berkembang lagi.


Untuk informasi lebih lanjut mengenai Desa Wisata Malangan dapat menghubungi :
Mas Andrian   : 0821-3722-3912
Email            : wisata.malangan@gmail.com
Instagram      : @desawisata_malangan

You Might Also Like

0 comments