Dolan Singkat di Semarang

09:13:00


Lawang Sewu
Lawang Sewu merupakan landmark Kota Semarang dan menjadi salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjungi. Gedung tua yang penuh dengan cerita mistis dan bersejarah ini dulu merupakan Kantor Perusahaan Kereta Api milik Belanda. Nama Lawang Sewu berasal dari bahasa Jawa, “Lawang” yang berarti pintu dan “Sewu” yang berarti seribu, jadi Lawang Sewu bisa diartikan sebagai bangunan yang memiliki seribu pintu. Sebenarnya jumlah pintu Lawang Sewu tidak mencapai seribu, hanya 429 buah, namun karena jumlahnya sangat banyak, masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu.



Destinasi wisata yang berada di sebelah timur Tugu Muda Semarang tepatnya di pertemuan antara Jalan Pandanaran dan Jalan Pemuda ini dibuka secara resmi sebagai destinasi wisata pada tanggal 5 Juli 2011 oleh Ibu Ani Bambang Yudhoyono. Saat ini Lawang Sewu dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia dan dibuka untuk umum dari jam 07.00 WIB s.d. 21.00 WIB. Harga tiket masuk ke gedung bersejarah ini sangat terjangkau, Rp.10.000,- untuk dewasa dan Rp.5.000,- untuk anak-anak/pelajar. Kalau Anda seorang  penakut, jangan coba-coba berkeliling Lawang Sewu sendirian ya.



         
Masjid Agung Jawa Tengah
Masjid Agung Jawa Tengah merupakan salah satu masjid termegah di Indonesia. Menurut informasi dari website Masjid Agung Jawa Tengah http://majt.or.id/, keberadaan Masjid Agung Jawa Tengah tak bisa lepas dari Masjid Agung Kauman Semarang. Menurut cerita, Masjid Agung Kauman Semarang mempunyai tanah banda masjid seluas 119,1270 hektar yang dikelola oleh Badan Kesejahteraan Masjid (BKM), organisasi bentukan Bidang Urusan Agama Islam (Urais) Departemen Agama. Karena dianggap tidak produktif, tanah banda tersebut oleh BKM ditukar guling (ruislag) dengan tanah seluas 250 hektare di Kabupaten Demak lewat PT. Sambirejo. Dari PT. Sambirejo kemudian berpindah kepada PT. Tens Indo Tjipto Siswojo.


Singkat cerita proses ruilslag itu tidak berjalan mulus, tanah di Demak itu ternyata ada yang sudah jadi laut, sungai, kuburan dan lain-lain. Akhirnya tanah banda Masjid Agung Kauman Semarang hilang. Lewat jalur hukum dari Pengadilan Negeri Semarang hingga Kasasi di Mahkamah Agung, Masjid Agung Kauman (BKM) selalu kalah. Akhirnya dibentuk Tim Terpadu yang dimotori oleh Badan Koordinasi Stabilitas Nasional Daerah (Bakorstanasda) Jawa Tengah/Kodam IV Diponegoro. Pada tanggal 17 Desember 1999, usai shalat Jumat di Masjid Agung Kauman, ribuan umat Islam melakukan longmarch dari Masjid Agung Kauman menuju rumah Tjipto Siswojo di Jalan Branjangan 22-23, kawasan Kota Lama Semarang. Akhirnya Tjipto Siswojo mau menyerahkan sertifikat tanah-tanah itu kepada masjid. Dari 119,1270 hektar tanah banda Masjid Agung Kauman Semarang yang hilang, baru ditemukan 69,2 hektar. Sebagai pertanda kembalinya tanah banda Masjid yang hilang, didirikan masjid seluas 10 hektar yang diambil dari tanah banda yang sudah ditemukan.

Masjid Agung Jawa Tengah mulai dibangun pada tahun 2001 dan selesai pada tahun 2006 yang kemudian diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 November 2006. Masjid Agung Jawa Tengah dirancang dengan perpaduan gaya arsitektur Jawa, Arab dan Romawi. Arsitektur Jawa terlihat pada atap kubah dan beberapa bagian dasar tiang masjid yang menggunakan motif batik, arsitektur Romawi terlihat dari bangunan 25 pilar dipelataran masjid yang bergaya koloseum yang menyimbolkan 25 Nabi dan Rosul, sedangkan arsitektur Arab terlihat pada hiasan kaligrafi di pilar masjid.

Di serambi masjid terdapat Gerbang Al-Qanathir (artinya megah dan bernilai) berjumlah 25 buah, simbol dari 25 Rosul. Pada gerbang tersebut terdapat kaligrafi syahadat tauhid “Asyhadu Alla Illa Ha Illallah´ dan syahadat rasul “Asyhadu anna Muhammadar Rosulullah” sedang pada bidang datar terdapat tulisan “Sucining Guna Gapuraning Gusti” (yang berarti Tahun Jawa 1943 atau Tahun Masehi 2001, tahun dimulainya realisasi dari gagasan pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah)Serambi masjid seluas 7500 meter persegi ini merupakan perluasan ruang sholat yang dapat menampung kurang lebih 10.000 jamaah dan dilengkapi dengan 6 payung raksasa otomatis seperti yang ada di Masjid Nabawi sebagai simbol Rukun Iman. Tinggi masing-masing payung adalah 20 meter dengan diameter 14 meter. Payung tersebut dibuka setiap shalat Jumat, Idul Fitri, Idul Adha dan acara-acara besar.


Di dalam Masjid bagian Timur Utara juga terdapat Bedug Raksasa bernama “BEDUG IJO” dengan panjang 310 cm dan diameter 186 - 220 cm. Sedangkan di depan masjid terdapat Menara Al Husna yang tingginya 99 meter dengan 19 lantai. Lantai 2 dan 3 untuk Museum Kebudayaan Islam. Di lantai 2 ini disimpan Al-Qur’an Raksasa (Mushaf Al-Akbar) dengan ukuran 145 cm x 95 cm. Di lantai 18 terdapat kafe muslim yang bisa berputar 360 derajat. Di lantai 19 untuk menara pandang yang dilengkapi dengan 5 teropong yang bisa melihat pemandangan Kota Semarang. Yang menginginkan wisata kuliner, di bagian selatan Masjid Agung Jawa Tengah dan bagian depan/timur masjid terdapat PUJASERA yang menyediakan aneka hidangan. Untuk pelayanan kesehatan kepada jamaah, Masjid Agung Jawa Tengah mempunyai Poliklinik (poli umum dan poli gigi).

Klenteng Sam Po Kong
Menurut cerita, pada awal abad ke-15 Laksamana Zheng He (Cheng Ho) mengadakan pelayaran menyusuri pantai Laut Jawa. Karena juru mudi (Wang Jing Hong) sakit, Laksamana Zheng He kemudian merapat di Pantai Simongan Semarang. Sebuah gua batu dijadikan tempat beristirahat dan mengobati Wang Jing Hong. Sementara juru mudinya menyembuhkan diri, Laksamana Zheng He melanjutkan pelayaran ke Timur untuk menuntaskan misi perdamaian dan perdagangan keramik serta rempah-rempah.

Selama di Simongan, Wang Jing Hong memimpin anak buahnya menggarap lahan, membangun rumah dan bergaul dengan penduduk setempat. Lingkungan sekitar gua jadi berkembang dan makmur karena aktivitas dagang maupun pertanian. Demi menghormati pimpinannya, Wang Jing Hong mendirikan patung Zheng He di gua batu tersebut untuk dihormati dan dikenang masyarakat sekitar.


Dalam perjalanannya, Klenteng Sam Poo Kong beberapa kali menjalani pemugaran. Selain karena situasi politik yang tidak menentu pasca kemerdekaan, banjir merupakan masalah utama yang dihadapi Klenteng Sam Poo Kong. Revitalisasi besar-besaran dilakukan oleh Yayasan Sam Poo Kong pada Januari 2002. Pemugaran selesai pada Agustus 2005, bersamaan dengan perayaan 600 tahun kedatangan Laksamana Zheng He di pulau Jawa.

Komplek Klenteng Sam Poo Kong terdiri beberapa bangunan, yaitu Tempat Pemujaan Dewa Bumi, Makan Kyai Juru Mudi, Tempat Peujaan Sam Poo Kong, Makam Kyai Djangkar, Tempat Nyai Cundrik Bumi dan Tempat Kyai Nyai Tumpeng. Pengunjung hanya bisa melihat dan berfoto di area luar kelenteng, hal ini dimaksudkan agar tidak mengganggu umat yang sedang berdoa di dalam kelenteng. Kelenteng ini memanf lebih bagus kalau dikunjungi pada waktu siang hari.

You Might Also Like

0 comments